Ia tak pernah bermimpi menjadi menteri. Bahkan, saat dilantik pun dia masih bertanya-tanya. ''Apa iya aku jadi menteri?'' ujar pria kelahiran Binjai, Sumatera Utara, itu. Beristrikan Nurmala Dewi, ayah tujuh anak itu kini menjabat sebagai Menteri Kehutanan. Dialah MS Kaban. Lengkapnya, Malem ImageSambat Kaban. ''Itu nama asli sebelum syahadat ha.. ha..,'' katanya tentang kepanjangan MS yang merupakan nama adat. Kaban yang berdarah Karo berikrar memeluk Islam semasa mahasiswa di Jakarta. Besar di lingkungan perkebunan dan sempat beberapa tahun dijauhi orangtua menjadi pelajaran hidup yang berharga baginya. Sekjen Partai Bulan Bintang itu hijrah ke Jakarta karena terobsesi dengan perjuangan aktivis mahasiswa pada dasawarsa 1970-an.
Namun, begitu menjadi mahasiswa Universitas Jayabaya, Jakarta, organisasi kampus yang pertama dilirik malah resimen mahasiswa. Setelah itu, barulah dia berkenalan dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Bahkan, ia pernah menjadi Ketua HMI Jakarta. Kekritisannya saat mahasiswa membuat dirinya dicekal rezim Soeharto. Di tengah kesibukannya memimpin Departemen Kehutanan dan memberantas para cukong perampok hutan, Kaban awal bulan ini menyempatkan berkunjung ke Republika. Ia pun memaparkan berbagai hal di depan jajaran redaksi. Berikut petikan wawancara yang direkam wartawan Republika, Heri Ruslan:
Bagaimana cerita masa kecil Anda?.
Masa kecil, aku happy saja. Orangtua secara ekonomi tergolong mampu. Ayah seorang pedagang. Waktu itu secara ekonomi hidup kami enak. Saat orang lain belum punya mobil, orangtua sudah punya mobil. Pada zaman itu, ayah aku punya empat buah penggilingan padi. Namun, mulai 1968, bisnis penggilingan padi mulai redup, akhirnya usahanya dialihkan ke perkebunan karet. Orangtua kemudian membuka perkebunan karet, kemudian ekspansi ke kelapa sawit. Waktu kecil, aku memang agak nakal, susah diatur. Akhirnya, ketika duduk di kelas VI SD, aku diasingkan oleh orangtua dan tinggal sama orang yang tak dikenal di perkebunan. Waktu itu aku dipindahkan ke satu daerah yang tak dikenal. Tinggal di rumah asisten perkebunan, tiap hari kegiatannya menyiram kebun dan macam-macam pekerjaan. Itu sangat besar pengaruhnya bagi hidup.
Berapa lama tinggal di perkebunan?.
Aku tinggal di perkebunan di Deli Serdang hingga SMP. Karena nggak cocok tinggal di situ aku diusir. Akhirnya, aku selama dua tahun tinggal di rumah kosong, rumah staf perkebunan yang tidak diisi. Namun, karena sekolah kami disiplin, seorang siswa harus ada orangtua. Akhirnya aku pindah ke rumah seorang buruh paling rendah di perkebunan. Tinggal di rumah buruh perkebunan, selama tiga tahun aku menikmati beras yang bau apek. Nasinya hanya bisa dimakan waktu hangat saja. Begitu kering nggak bisa dimakan. Aku merasakan tinggal di rumah buruh yang ekonominya sedemikin rupa. Waktu itu aku dapat jatah beras bagus sebanyak 16 kilogram per bulan dari rumah. Agar kami hidup, beras ini dijual untuk menambah gizi. Makannya, sayur ikan teri kuahnya dibanyaki, sambal banyak, terinya sedikit yang penting basah. Jadi aku pernah menikmati sakitnya jadi buruh di perkebunan. Terus aku nikmati hidup. Aku jadi terdidik bergaul dengan pegawai kebun yang susah. Namun, di sekolah kita bergaul dengan anak-anak staf.
MS Kaban lahir di Binjai, 5 Agustus 1958. Ia berasal dari keluarga besar. Terlahir dari pasangan AM Kaban, pedagang, dan ibu rumah tangga, S Tarigan, dia merupakan anak keenam dari 11 bersaudata. Agak susah diatur Kaban sempat tinggal kelas pada tahun pertama mengenyam bangku SMP. Ujung-ujungnya, tiap pekan ia mendapat peringatan dari guru. Tapi, para gurunya selalu tak habis pikir; nilai pelajaran yang dicapai tak pernah buruk. ''Hanya, gara-gara kelakuan saja aku nggak naik kelas.'' Kedewasaan Kaban tumbuh pada tahun kedua duduk di kelas satu. Setiap catur wulan dia selalu mendapat peringkat bagus di kelasnya. Kenakalan masa sekolah itu menyisakan kenangan mendalam terhadap seorang gurunya, Tahir. ''Beliau pernah nggaplok aku,'' tutur Kaban sambil tersenyum tentang guru mata pelajaran Kewarganegaraan itu. Saking marahnya, Tahir memukulnya memakai buku. Begitu kerasnya pukulan si guru, buku itu pun sobek dan kertasnya berserak. ''Hingga kini, beliau masih ingat, kalau bertemu 'oh ini anak bapak'. Begitulah masa kecil aku.''
Setelah itu?.
Setelah tamat SMP, aku pindah ke Medan dan sekolah di SMAN 7 Medan. Di Medan aku juga kost. Bisa diceritakan soal nama Anda, MS itu apa?.Saya itu berasal dari Suku Karo, suku yang kecil di Sumatera Utara. Ayah tak lahir sebagai Muslim, apalagi kakek. Maka nama anak diberikan sesuai nama adat. Jadi itu nama asli sebelum syahadat ha.. ha.. MS itu kepanjangan dari Malem Sambat. Tapi, artinya bagus. Malem itu artinya baik. Sambat artinya menolong. Artinya menolong yang baik. Aku berikrar masuk Islam tahun 1980-an. Belajar soal Islam dari membaca buku dan pengalaman masa kecil. Waktu SD, setiap hari Minggu aku diajak ke gereja. Waktu SD, guru agama meminta siapa yang tak beragama Islam keluar. Tapi aku tetap melihat dari jendela. Aku mendengar, bahwa Tuhan itu satu tidak beranak dan diperanakkan, tak ada yang sama dengan dia. Kok rasanya, lebih logis menerima apa yang diajarkan guru agama waktu di SD.
O, ya .. mengapa Anda hijrah ke Jakarta?.
Nah, kalau itu aku kira provokatornya para aktivis. Saat duduk di bangku SMP aku senang sekali dengan para aktivis mahasiswa seperti Dipo Alam, Hariman Siregar, Akbar Tandjung, dan si Sepatu Laras, Heri Akhmadi. Apalagi aku sering baca kopian koran Salemba. Sewaktu tamat SMA, aku bilang pada bapak, kalau aku mau sekolah di Jakarta, hanya semata-mata ingin bertemu dengan para aktivis itu. Bapak sempat melarang, namun aku melawan. Izin nggak izin pokoknya aku harus berangkat ke Jakarta. Aku di-support sama kakak. Akhirnya, aku pergi juga ke Jakarta. Setelah di Jakarta, akhirnya aku bisa juga bertemu dengan para aktivis itu.
Bagaimana perjalanan sewaktu menjadi mahasiswa?.
Waktu mahasiswa, aku masuk pas zaman Kampus Kuning tahun 1978. Waktu itu, awal-awal dari pembreidelan dewan mahasiswa. Setelah itu, lahirlah NKK BKK. Saat itu, ketidaksetujuan terhadap NKK BKK sangat mendominasi. Berpikir oposisi terhadap pemerintah itu sangat kental. Waktu itu, kita didoktrin para senior. Namun, secara pribadi, awalnya aku masih resisten dengan organisasi kemahasiswaan. Malah aku tertarik masuk resimen mahasiswa. Setelah dari resimen mahasiswa, baru aku masuk HMI dan mengkritisi berbagai kebijakan-kebijakan pemerintah. Masa yang paling berkesan 1983-1985, sangat terasa sekali waktu itu dunia kampus tidak steril dari intelijen. Saat itu, tak ada aktivitas mahasiswa yang tak terekam intelijen. Aku merasa yakin bahwa semua dipakai. Memang waktu itu banyak mahasiswa sering dipakai intelijen. Ketika gencar-gencarnya mengkritisi masalah penunggalan azas Pancasila, kita yang tak setuju. Sejak saat itulah, aku menikmati panggilan-panggilan interogasi dan menikmati pula pencekalan cukup lama. Pencekalan itu baru gugur sampai Pak Harto mundur, dari 1983-1998.
Pencekalan seperti apa yang Anda alami waktu itu?.
Salah satunya, ketika aku mendapat rekomendasi dari Pak Natsir untuk sekolah ke Malaysia. Waktu itu Pak Natsir membuat rekomendasi kepada Anwar Ibrahim yang waktu itu masih menjabat menteri, agar aku bisa sekolah dan mendalami Ekonomi Islam. Bahkan, aku sudah direkomendasi MUI. Aku juga menikmati betul pemanggilan, pencekalan, dan penahanan kota. Pernah aku dalam satu hari harus lapor dua kali. Meski begitu, aku yakin suatu saat rezim Soeharto pasti bakal runtuh.
Setelah menamatkan studinya di Fakultas Ekonomi Universitas Jayabaya, Kaban berkecimpung dalam pengembangan sumber daya manusia di Jakarta Public Relation. Ia terjun meneliti potensi ekonomi wilayah Taman Gunung Leuser pada 1992 dan berbagai penelitian lain. Kaban yang kemudian merengkuh gelar S2 dari program Pasca Sarjana IPB, aktif pula sebagai pengajar di Universitas Ibnu Khaldun, Bogor. Ia pun sempat menjadi Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan Universitas Ibnu Khaldun. Hingga kini, ia masih tetap mengajar mata kuliah ekonomi mikro syariah setiap Jumat. Dia juga aktif berceramah.
Mengapa tertarik terjun ke dunia politik?.
Sebenarnya, waktu Pemilu 1997, aku sempat dilamar PPP yang waktu itu diketuai Ismail Metareum. Aku diminta mau masuk PPP dan akan dikasih nomor jadi dari Jawa Barat. Namun, waktu itu aku belum terpikir untuk masuk partai politik. Waktu itu aku berpikir, ngapain jadi anggota dewan, toh presidennya pun Soeharto terus. Akhirnya, aku pun tetap memilih mengajar. Ternyata, menjelang reformasi, aku sering kumpul dan berdiskusi dengan orangtua. Kalau Soeharto jatuh kita mau ngapain? Waktu itu kita intensif membicarakan masalah pendirian partai politik. Sebenarnya, waktu kita mendirikan parpol, yang akan tampil untuk memimpin partai itu cuma dua orang. Pak Amien Rais jadi ketuanya dan Pak Yusril jadi sekjennya. Namun, ketika tawar-menawar soal nama dan asas partai nggak klop. Ternyata, Pak Amien memilih mendirikan partai sendiri. Nah, waktu itu kita tetap akan mendirikan partai. Dipilihlah nama Partai Bulan Bintang. Pak Yusril langsung diminta untuk jadi ketua partai. Lantas saat ditanya siapa sekjennya. Yusril pun langsung menunjuk, 'sudah Kaban saja'. Waktu itu aku langsung menyatakan keberatan, nggak ada pengalaman. Akhirnya Pak Anwar Haryono (alm) menelepon, 'kabarnya Anda menolak. Saya minta tolong, Anda dampingi Yusril'. Kalau orangtua sudah ngomong begitu, akhirnya diterima.
Bagaimana ceritanya waktu dipanggil ke Cikeas?.
Mungkin, karena nasib bagus barangkali. Nasib bagusnya begini, aku diminta datang jam 15.00, tanggal 18 Oktober, untuk ketemu SBY dalam rangka membantu kabinet. Namun waktu sampai ke Cikeas. Pak Sudi bilang, 'Wah kita sebenarnya mau reschedule nih'. Kemudian, kami duduk bersama-sama dengan yang lain. Tiba-tiba saja, Pak SBY keluar, terus duduk di situ dan salaman. Saya sendiri bingung, 'Apa wawancaranya begini?' Tapi, kok tak menjurus kepada apa yang diinfokan sama aku. Waktu itu Pak SBY bilang, 'Ya udah nanti kita ketemu lagi.' Terus saya datang ke Pak Sudi, dia bilang 'Sudahlah Pak SBY sudah kenal Kaban.' Nah, ketika wartawan bertanya, saya juga nggak tahu ditanya apa? Malam saat presiden akan mengumumkan susunan kabinetnya, Yusril memintanya untuk menunggu di rumah. Kaban pun segera pulang ke kediamannya di Bogor. Tiba-tiba sekitar pukul 21.00 handphone-nya berdering. Dari balik telepon, seorang pria memintanya agar segera bertemu Jusuf Kalla di Istana Wapres. ''Masuk saja lewat pintu belakang,'' pesan pria itu. Kaban pun segera bergegas ke Jakarta. Ia mengaku penasaran. ''Disuruh ke Istana Wapres ada apa nih,'' tuturnya dalam hati. Kontak telepon yang dijalin dengan Hatta Rajasa dan Aksa Mahmud dalam perjalanan membuatnya semakin bingung. Dia pun menelepon Ali Muchtar. ''Pak Ali sebenarnya aku disuruh ke Jakarta mau ngapain dan mau ketemu siapa?'' ''Abang harus ke istana,'' jawab Ali.
Konon, calon menteri yang lain sudah berada di istana. Mobil pun dikebut dengan kecepatan 140 kilometer per jam. Begitu sampai di depan istana, ternyata Kaban sudah ditunggu. Kemudian SBY datang menemui beberapa calon menteri. ''Tadinya saya mau ajak ngobrol satu per satu, tapi saya sudah paham. Dalam menentukan keputusan ini saya banyak mendapat bisikan dari kiri-kanan. Tapi saya ambil keputusan berdasarkan pandangan mata hati. Saya ajak, bapak-bapak ikut membantu saya,'' ujar SBY.
Mengharap pos apa waktu itu?.
Aku waktu itu berharap menteri sosial. Soalnya, awal-awal dapat masukan jadi menteri sosial. Terus terang nggak kebayang menjadi seorang menteri. Waktu dilantik jadi menteri saja, sampai ada perasaan, 'apa iya aku ini jadi meteri?' Sudah mulai ada ajudan dan protokol, jadi kagok banget.
Bagaimana rasanya dari parlemen terus jadi menteri?.
Ada suatu perubahan suasana yang berbeda dari dunia partai ke parlemen dan dari parlemen ke eksekutif. Ada suatu lompatan beban. Kenapa? Karena kita di parlemen itu normatif saja, bahasanya ideal. Sedangkan di dunia eksekutif, yang dihadapi dunia yang sebenarnya, nyata. Problemnya menyangkut perilaku manusia yang berneka ragam dan kepentingan beraneka ragam. Di hutan kan ada apa; ada merak, cendrawasih, kadal, ular, monyet pun bermacam-macam. Ini bisa diterjemahkan, kalau vested-nya luar biasa dan informasinya pun sedemikian rupa. Risiko pertanggungjawaban publiknya lebih terasa.
Anda merasa cocok dengan bidang yang Anda pimpin saat ini?.
Kalau dari sisi itu tak ada persoalan. Karena lima tahun di DPR di panitia anggaran, di situ bersentuhan dengan Departemen Kehutanan dalam konteks berapa penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Kita juga bertemu semua komisi termasuk komisi III yang berhubungan Dephut, termasuk case-case-nya. Selain itu, di Komisi IX sub komisi BUMN, menyentuh BUMN yang diperiksa BPK, termasuk Perhutani dan Dephut. Dari segi latar belakang pendidikan, banyak orang tidak tahu kalau tesis mengangkat soal 'Taman Nasional Gunung Leuseur'. Ketika masuk ke sini, seperti masuk kembali pada bab-bab yang saya baca.
Anda tentu makin sibuk, bagaimana berbagi waktu dengan keluarga?.
Terus terang, sejak kemarin di partai, aku ketemu anak-anak rata-rata hanya satu jam. Hanya ketemu habis subuh sampai jam 06.00. Yang jelas, anakku pernah bilang saat aku pulang jam 22.00. 'Eh kok bapak pulang cepat?' Biasanya, aku pulang malam. Itu terjadi sejak aktif di partai. Tapi alhamdulillah, meski anak masih sedang puber, sampai saat ini aman.
Apa masalah kehutanan yang harus segera dibenahi saat ini?.
Kondisi hutan Indonesia saat ini sangat rawan dan memrihatinkan. Degradasi hutan kita sangat cepat sekali terjadi. Sehingga mengganggu fungsi hutan sebagai SDA yang lestari, flora yang beraneka ragam pun jadi rusak. Pada 1970-an, luasan hutan kita mencapai 180 juta hektare. Saat ini, luasan itu menjadi 120 juta hektare. Tapi yang benar-benar masih utuh, mungkin hanya tingal sekitar 57 juta hektare lagi. Tapi itu pun masih dirambah. Sekarang pohon yang berada di ketinggian 40 derajat pun sudah dirambah. Tak peduli taman nasional. Bayangkan saja, dalam lima tahun terakhir ini, akibat keganasan perampokan kayu hutan, berdasarkan data LSM internasional tak kurang dari 20 juta hektare telah hancur. Sedangkan data dari Dephut, tak kurang dari 2,7 juta hektare per tahun hutan rusak. Ada proses degradasi yang begitu cepat.
Terakhir diperbaharui ( Monday, 23 April 2007 )
sumber http://www.pbb-info.com
Rabu, 11 Februari 2009
MS KABAN
Diposting oleh ahmad_ams86 di 19.18
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar